Cinta dalam Diam adalah Caraku Menunjukkan Cinta yang Paling Dalam (Menelisik Cinta dalam persepsi Nabi Yusuf-Zulaikha)
Siapa diantara kalian yang cintanya kepentok peraturan pondok? Berujung diam-diam mencintai, eh, giliran akhirussanah malah berpisah. Atau ditinggal ‘dada’ ketika wisuda tiba. Tenang, masih ada jalur langit yang bisa dicoba. Eits, bercanda.
Kata para pujangga, cinta adalah kata beribu makna. Tak ada wujudnya, tapi semua orang bisa merasa meski tak tahu definisinya apa. Yang jelas, cinta sama seperti hal-hal lainnya, punya konskuensi positif-negatif, maslahat-mafsadat, hingga profit-defisit padanya. Lantas, jika santri seperti kita yang jatuh cinta harus bagaimana?
Urusan mencintai memang tak bisa direncana. Entah itu murni benar-benar cinta atau ada tebengan setan dibaliknya. Cinta juga kerap hadir tiba-tiba, meskipun juga sering hilang tiba-tiba. Cinta hadir dalam hati dan jiwa. Maka, konstitusi tertingi manapun tidak bisa menghukumi rasa cinta. Termasuk di pesantren, rasa cinta tidak dilarang, namun yang dilarang adalah cara mengekspresikan cinta. Karena, cinta di pesantren itu mafsadat-nya terlalu besar daripada maslahatnya yang hanya sekedar penyemangat atau malah pelampiasan kegabutan belaka.
Maka tak heran, banyak santri yang lebih suka mengubur cintanya dalam-dalam dan memendamnya dalam diam. Alasannya macam-macam. Entah karena takut ta’ziran, atau mungkin bentuk patuh peraturan. Bisa jadi karena santri tersebut punya kesadaran. Sadar bahwa cinta itu bisa merusak konsentrasi dan merusak fokus belajar. Juga bentuk taat dari seruan ayat وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ
Nah, cintanya santri itu ibarat cintanya Zulaikha kepada Nabi Yusuf As. Sebagaimana terpatri dalam ayat قَدْ شَغَفَهَا حُبًّاۗ . yakni, cinta yang mendalam sampai lupa diri. Saking dalamnya rasa cinta, Zulaikha sampai lupa bahwa ia mencintai pembantunya sendiri. Begitu pula santri, sampai lupa diri kalau dia masih dalam tahap studi di penjara suci dan cintanya berpotensi melanggar aturan Romo Yai.
Lantas, orang-orang sekitar Zulaikha, para kerabat dan tetangganya menganggap Zulaikha sama seperti yang dikatakan dalam ayat selanjutnya, اِنَّا لَنَرٰىهَا فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ (kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata). Begitu pula santri, dipandang dzuriyah ndalem dan guru-gurunya -apalagi keamanan- sebagai tindak kesesatan yang nyata. Maka, agar santri tidak tersesat dalam cinta, dibuatlah sekat antara santri putri dan putra. Dibuatlah larangan mengekspresikan cinta dalam bentuk pacaran, surat-suratan, dan lain semacamnya. Namun, namanya anak lagi puber-pubernya, tetap saja banyak yang memaksa.
Lalu bagaimana jika cinta sudah menggebu-gebu bergejolak didalam kalbu tapi pesantren tak memberi restu?
Maka, santri harus mencontoh apa yang dilakukan oleh Zulaikha yang pada akhirnya sadar bahwa cintanya sesat. Waktupun merambat, nasib juga ikut mendekat. Nabi Yusuf yang tadinya hanya pembantu, berubah menjadi orang nomor satu. Sedangkan Zulaikha? Zulaikha yang sebelumnya jelita dan penuh harta, menjadi jelata, tua renta, dan matanya buta. Tragis, di sisa-sisa masa kejayaannya yang makin habis, cintanya kepada nabi Yusuf tidak sedikitpun terkikis.
Namun, Zulaikha sadar diri dan hanya bisa diam, kemudian bedoa di suatu ketika, “Ya Rabbi, diriku sudah tua renta, fakir harta, serta hina. Sedangkan engkau uji diriku dengan rasa cinta kepada Yusuf. Jika engkau menakdirkan diriku dengannya maka pertemukanlah kami berdua, jika tidak maka cabutlah.” Ternyata, doa Zulaikha terijabah oleh Allah Swt. Menikahlah Zulaikha dengan Nabi Yusuf As. Sedangkan Zulaikha diubah bentuk rupanya menjadi gadis muda nan cantik jelita.
Barangkali santri yang memiliki rasa cinta mendalam kepada lawan jenis bisa meniru jalan cinta Zulaikha, menahan sekuat tenaga, sadar diri, sadar posisi, dan sebisa mungkin menjaga diri. Tetap memperjuangkan ketaatan dan kehormatan seorang santri. Jangan sampai isi otak lepas gara-gara tergoda paras. Kalau nekat memaksa, santri tersebut juga bisa meninggalkanmu, sebagaimana dia meninggalkan peraturan sang guru.
Nanti, jika sudah waktunya, tinggal meminta kepada Allah sesuai doa Zulaikha, “jika engkau menakdirkan diriku dengannya, maka pertemukanlah, jika tidak maka cabutlah.” Jika jodoh pasti akan dipertemukan, apabila tidak ya mentok-mentok kepentok dibalik dinding pondok, atau berpisah tatkala akhirussanah. Yang masih nyantri, cukup pendam dalam-dalam dulu perasaan cinta itu, sampai selesai mondokmu. Barkan cintanya terparkir dalam pikir, dan biarkan melesat ketika bermunajat. Selamat berjuang melawan hawa nafsu.
Komentar
Posting Komentar